Makalah Sejarah Filsafat
Makalah Sejarah Filsafat
Disusun oleh:
1. Faizul Ma’ali (2203026118)
2. Muhammad Irfan Dwi Ramadhani (2203036065)
3. A. Rosyad Dliyaul firdaus (2203026041)
2
BAB Ⅰ
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat Islam merupakan hasil dari interaksi yang terjalin antara peradaban Islam dengan
peradaban Yunani dan Persia. Sejarah filsafat Islam memiliki dimensi yang panjang dan
kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor budaya, politik, dan intelektual. Dalam tulisan
ini, akan dipaparkan mengenai latar belakang munculnya filsafat Islam sebagai bagian
integral dari evolusi intelektual di dalam dunia Islam.
Ide-ide dari para pemikir Yunani, terutama Plato dan Aristoteles, diperkenalkan
kepada dunia Islam melalui interaksi dengan para migran Yunani yang berpindah ke wilayah-
wilayah Islam seperti Mesir dan Andalusia di Spanyol. Pemikiran Yunani turut berperan
dalam membentuk konsep-konsep rasional dan logika dalam kerangka filsafat Islam.
Wilayah Andalusia, Spanyol, menjadi pusat pertumbuhan filsafat Islam yang pesat.
Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi yang baik, dukungan dari penguasa, dan jaringan
hubungan dengan negara-negara Islam di Timur mempengaruhi kemajuan filsafat Islam di
wilayah ini. Tokoh-tokoh berpengaruh dalam perkembangan filsafat Islam di Andalusia
termasuk Ibnu Rusyd (Averroes) dan Ibnu Tufail.
Pada era modern, terjadi pergeseran orientasi dalam perkembangan filsafat Islam.
Filsafat Islam berkembang menjadi cabang pemikiran Islam yang meliputi kajian kalam
3
(teologi), tasawuf (mystisisme), dan usul fiqh (prinsip-prinsip hukum Islam). Perubahan ini
terjadi karena filsafat Islam mulai meluas ke dalam ranah-ranah tersebut dan berusaha
memberikan interpretasi terhadap teks-teks agama.
Kehadiran faktor-faktor ini mendorong munculnya filsafat Islam sebagai usaha untuk
menyelaraskan wahyu dengan akal, menggabungkan akidah dengan kebijaksanaan, dan
menghubungkan agama dengan pemikiran filosofis. Filsafat Islam juga berperan penting
dalam mengartikan dan merinci ajaran-ajaran agama dalam kerangka pemikiran rasional.
Dalam tulisan ini, akan diuraikan dengan lebih terperinci lagi mengenai latar belakang
munculnya filsafat Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
sebagai berikut:
C. TUJUAN
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas dapat ditentukan
tujuan penulisan sebagai berikut:
4
BAB Ⅱ
PEMBAHASAN
Filsafat Islam tidak lebih dari sekedar filsafat Yunani yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab.4 Terjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, baik yang
berasal dari bahasa Suryani maupun langsung dari bahasa Yunani, dimulai sekitar abad ke-8
Masehi. Upaya ini didukung oleh Pangeran Khalid ibn Yazid dari Dinasti Umayyah, yang
pada saat itu mendorong penerjemahan karya-karya yang berkaitan dengan kedokteran,
kimia, dan astrologi ke dalam bahasa Arab. Sejalan dengan itu, terjemahan karya-karya dalam
bidang filsafat dimulai oleh Abdullah ibn al-Muqaffa‘, seorang sastrawan yang hidup pada
sekitar tahun 759 Masehi. Putranya, bernama Muhammad, melanjutkan usahanya. Dalam
proses ini, karya-karya penting Aristoteles seperti Categories, Hemeneutica, dan Analytica
Apriora menjadi bagian dari terjemahan yang mereka lakukan. Penerjemahan tersebut
dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah alManshur dari Dinasti Abbasiyah.5
1
Luluk Nur Faizah. “FILSAFAT ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN FILSAFAT MASEHI, YUNANI,
MODERN” Jurnal Al-Makrifat. Vol, 2 No,2 (2017),hlm.85.
2
Badrul Munir Chair, Filsafat Kesatuan Ilmu,( Semarang: SeAP:2020), hlm.33.
3
Ibid
4
. Luluk Nur Faizah. “FILSAFAT ISLAM DAN HUBUNGANNYA......,hlm.74.
5
Badrul munir chair, Filsafat Kesatuan Ilmu.......,hlm.33.
5
Pada periode berikutnya, terjadi serangkaian penerjemahan yang luas terhadap karya-
karya Yunani, yang mencapai puncaknya selama pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809 M).
Harun al-Rasyid memerintahkan penerjemahan karya-karya penting dari Plato dan
Aristoteles. Namun, puncak dari upaya penerjemahan besar-besaran karya-karya filsafat
Yunani Klasik ke dalam bahasa Arab terjadi di masa pemerintahan putranya, Al-Ma‘mun
(813-833 M). Pada masa Al-Ma‘mun, diimplementasikan kebijakan resmi untuk
menerjemahkan karya-karya filsafat, sains, dan kedokteran Yunani. Al-Ma‘mun juga
mendirikan Bait al-Hikmah (Rumah Hikmah) pada tahun 830 Masehi di Baghdad. Tempat ini
bukan hanya berfungsi sebagai perpustakaan tetapi juga menjadi institut penerjemahan. Bait
al-Hikmah kemudian tercatat dalam sejarah sebagai institut penerjemahan terbesar sepanjang
masa, yang bertanggung jawab atas menerjemahkan karya-karya filsafat dan kedokteran
Yunani. Serangkaian usaha penerjemahan yang besar-besaran ini menjadikan Baghdad,
khususnya melalui Bait al-Hikmah, sebagai pusat peradaban ilmiah pada masa tersebut. Pusat
ini mampu menggabungkan dan menguasai tiga warisan budaya sekaligus dalam hal
intelektual, yaitu Yunani, Persia, dan India.. 6
Para intelektual Muslim tidak hanya mampu menguasai filsafat dan sains, melainkan
juga mengembangkan dan menambahkan hasil-hasil temuan mereka sendiri. Mencuatnya
nama Al-Kindi (l. 801 M.) sebagai filsuf terkemuka pertama dari dunia Islam juga tidak dapat
dilepaskan dari peran Al-Ma‘mun secara khusus dan keberadaan Bait al-Hikmah secara
umum. Filsafat yang dihasilkan oleh filosof Muslim yang pertama-tama dalam dunia Islam,
mengambil dan mempertahankan isi yang tersurat dalam mimpi Al-Ma‘mun, yaitu mereka
berpikir dan bekerja untuk memperlihatkan bahwa tidak ada satu pun dari filsafat yang
bertentangan dengan pemikiran Islam. Garis ini dimulai dari Al-Kindi dan terus berkembang
hingga Ibnu Sina, termasuk juga para pengganti dan penerus mereka. Selain memberikan
pijakan mengenai tujuan filsafat Islam, Al-Ma‘mun pulalah yang pertama-tama mengajak Al
Kindi untuk bergabung dengan sejumlah cendekiawan lainnya yang bergiat untuk usaha
pengumpulan dan penerjemahan karya-karya Yunani. Al-Kindi termasuk ke dalam jajaran
empat besar penerjemah terkemuka Bait alHikmah bersama Hunain ibnu Ishaq, Sabit ibnu
Qurra, dan Umar ibnu al-Farkhan al-Thabari. AlFarabi kemudian diakui sebagai filsuf
pertama dalam Islam yang mampu menuliskan filsafatnya secara sistematis dan memberikan
pengaruh yang signifikan bagi perkembangan keilmuan filsafat di masa-masa selanjutnya.7
6
Ibid, hlm.34.
7
Ibid, hlm.34-35.
6
Setelah al-Kindi, muncul nama Al-Farabi (870-950 M.) yang dijuluki sebagai Guru
Kedua dalam sejarah filsafat. Al-Farabi dianggap sebagai anator Aristoteles yang berhasil
menafsirkan dan mengembangkan karya-karya Aristoteles yang semula kurang dapat
dipahami oleh filsuffilsuf Barat sebelumnya. Melalui tafsiran dan pengembangan Al-
Farabilah filsuf-filsuf modern kemudian mempelajari karya-karya Aristoteles. Bahkan,
naskah-naskah Al-Farabi yang orisinal di bidang logika bahkan jaug lebih pelik dibandingkan
denjgan Catagories karya Aristoteles. Hal tersebut menunjukkan bahwa Al-Farabi bukan
sekadar anator Aristoteles, melainkan filsuf yang mampu mengembangkan pemikirannya
sendiri. 8
Setelah masa Al-Ghazali, filsafat Islam seakan mengalami kemunduran. Tidak sedikit
ilmuwan Islam yang mengkaitkan peristiwa kemunduran filsafat Islam dengan kritikan Al-
8
Ibid, hlm.35.
9
Ibid, hlm.35-36.
7
Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah, sebab begitu besarnya pengaruh Al-Ghazali dalam
perkembangan teologi Islam dan begitu luasnya karya-karyanya dipelajari di dunia Islam.
Namun Harun Nasution menolak jika penyebab tidak berkembangnya pemikiran filsafat di
dunia Islam sunni sesudah jatuhnya Baghdad pada pertengahan abad ke-8 M semata
diarahkan pada serangan Al-Ghazali terhadap para filosof sebagaimana yang terkandung
dalam Tahafut alFalasifah. Kemunduran filsafat di dunia Timur (Baghdad) disebabkan oleh
banyak faktor, di antaranya adalah runtuhnya kekuasaan Abbasiyah yang menganut manhaj
Mu‘tazilah (yang sangat menjunjung tinggi kebebasan akal sehingga filsafat mendapatkan
tempat dalam teologi Mu‘tazilah) yang digantikan dengan kekuasaan kaum Asy‘ariyah dan
Hambaliyah (dan yang serupa, yang cenderung menolak filsafat) memaksa filsafat mencari
perlindungan di bagian barat Kerajaan Islam. Berpindahnya pusat keilmuan filsafat dari
Baghdad ke Cordova (Andalusia) di Spanyol merupakan titik balik kebangkitan keilmuan
Islam di Cordova yang semula kurang menaruh minat terhadap filsafat kini mulai memberi
perhatian pada filsafat dan sains. 10
Perkembangan filsafat di Andalusia dipelopori oleh Ibnu Bajjah (w. 1138). Aktivitas
kefilsafatan dan keilmuan yang terjadi di Andalusia pada abad ke-11 M melahirkan sejumlah
ilmuan yang menjadi peletak pondasi bagi munculnya revolusi ilmiah dan filosofis yang
genuine. Puncak dari revolusi tersebut adalah hidupnya kembali Aristotelianisme dan
tersebarnya filsafat Yunani-Arab ke dunia Barat. 11
Dari tradisi Andalusia inilah kemudian lahir Ibnu Rusyd (l. 1126 M), filosof yang
dianggap sebagai filosof Muslim terbesar Andalusia. Ibnu Rusyd membenahi kembali
hubungan filsafat dengan agama yang sempat renggang pasca Al-Ghazali. Ibnu Rusyd
menulis kitab Tahafut al-Tahafut (Kerancuan dalam Kitab Tahafut) yang merupakan kritiknya
terhadap kitab Tahafut al-Falasifah karya Al-Ghazali. Isu paling krusial yang diangkat Ibnu
Rusyd dalam kitab karangannya tersebut adalah terkait dengan hubungan filsafat dengan
agama. Di luar pembelaannya terhadap filsafat, Ibnu Rusyd juga merupakan sosok penting
yang menginspirasi gerakan renaissance di Eropa. 12
Kebesaran nama Ibnu Rusyd di Eropa membuat pelukis kenamaan Italia, Rafal Sanzio
(1483- 1520 M) mengabadikan sosok Ibnu Rusyd ke dalam lukisan bertajuk The School of
Athens yang dilukisnya di dinding Vatikan dan dibuat tahun 1509. Dalam lukisan tersebut,
10
Ibid, hlm.36-37.
11
Ibid, hlm.37.
12
Ibid, hlm.37-38.
8
Ibnu Rusyd disejajarkan dengan filsuf-filsuf terkemuka seperti Socrates, Plato, Aristoteles,
Anaxagoras, Xeno, dll. The School of Athens merupakan sebuah gambaran tentang
pencerahan, dunia pemikiran, dan kebebasan, yang menggambarkan tentang universalitas
pemikiran sepanjang masa. Hal ini menggambarkan betapa pencapaian Ibnu Rusyd
mendapatkan pengakuan dari Barat. Harold Stone menyebutkan bahwa pada abad ke-13 dan
ke-14, nama Ibnu Rusyd melampaui semua nama tokoh besar di lingkungan akademisi Eropa.
Karya-karyanya diterjemahkan dan dibaca luas oleh para mahasiswa di Eropa. Bahkan filsuf
Thomas Aquinas selalu menyebut nama Ibnu Rusyd dengan takzim dan menganggap
bukubuku komentarnya sebagai pengantar terbaik untuk memahami filsafat Aristoteles. Peran
Ibnu Rusyd secara khusus, dan peran-peran filsuf Islam secara umum terhadap dunia Barat
pada abad ke-13 dan ke-14 memang tidak terbantahkan. Sebelum ilmuan Barat mendapatkan
akses untuk membaca dan mempelajari karya-karya asli filsafat Yunani, Ibnu Rusyd dan para
filsuf Muslim menjadi jembatan pengetahuan bagi orang-orang Eropa13
1. Fase Awal (Abad ke-8 hingga ke-10 Masehi): Filsafat Islam awal dipengaruhi oleh
pemikiran Yunani Klasik, terutama Aristoteles dan Plato. Al-Kindi, seorang filsuf
Muslim pertama, memainkan peran penting dalam menerjemahkan dan menafsirkan
karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Ia juga mengembangkan konsep-
konsep filsafat dalam konteks Islam.
2. Fase Pertengahan (Abad ke-11 hingga ke-13 Masehi): Fase ini dikenal sebagai
"Zaman Keemasan" filsafat Islam. Filsuf seperti Al-Farabi, Avicenna (Ibnu Sina), dan
Averroes (Ibnu Rusyd) membuat kontribusi besar terhadap pemikiran filsafat Islam.
Mereka menggabungkan filsafat Yunani dengan pemikiran Islam dan membahas isu-
isu seperti hubungan antara agama dan rasionalitas.
3. Fase Kemunduran (Abad ke-14 hingga ke-18 Masehi): Pada periode ini, pengaruh
filsafat Yunani dalam filsafat Islam mulai menurun. Karya-karya besar yang lebih
13
Ibid, hlm.38-39.
14
Abdul Karim“SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN” Fikrah, Vol. 2, No. 1 (2014),hlm.277-
288.
9
dulu dikembangkan mulai diabaikan, dan ada pergeseran menuju tradisi teologi dan
hukum Islam yang lebih konservatif.
4. Fase Pembaruan (Abad ke-19 hingga ke-20 Masehi): Perkembangan ini melihat
upaya untuk memadukan pemikiran Barat dengan Islam. Filsuf seperti Muhammad
Abduh dan Jamal al-Din al-Afghani mengusulkan konsep-konsep seperti ijtihad
(penalaran independen) dalam rangka menyatukan tradisi Islam dengan kemajuan
intelektual Barat.
5. Fase Kontemporer (Abad ke-20 hingga sekarang): Pada periode ini, banyak filsuf
Muslim mencoba menghadapi tantangan modernitas dan globalisasi. Mereka
membahas berbagai isu seperti identitas Islam, hak asasi manusia, demokrasi, dan
hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan. Beberapa pemikir terkemuka di era
kontemporer termasuk Muhammad Iqbal, Seyyed Hossein Nasr, dan Tariq Ramadan.
Falsafat Islam merupakan cabang ilmu yang mempelajari berbagai konsep dan prinsip
dalam Islam. Falsafat Islam berkembang seiring dengan perkembangan Islam itu sendiri.
Fase-fase perkembangan falsafat Islam meliputi fase awal, fase pertengahan, dan fase akhir.
Setiap fase memiliki tokoh-tokoh penting dan ciri khasnya masing-masing.
Filsafat Islam memiliki banyak tokoh penting yang telah memberikan kontribusi besar
terhadap perkembangan pemikiran dalam tradisi ini. Beberapa tokoh penting dalam sejarah
filsafat Islam meliputi:15
1. Al-Kindi: Dikenal sebagai "The Philosopher of the Arabs," ia adalah salah satu tokoh
awal dalam sejarah filsafat Islam. Dia memadukan pemikiran Aristoteles dengan
pemikiran Yunani klasik lainnya dengan pemikiran Islam, membantu membentuk
dasar filsafat Islam.
2. Al-Farabi: Dia dikenal sebagai "The Second Teacher" (Al-Mu'allim al-Thani) setelah
Aristoteles. Al-Farabi mengembangkan konsep negara ideal dalam karyanya "Al-
Madina al-Fadila" dan menggabungkan pemikiran Plato dan Aristoteles dengan
pemikiran Islam.
15
Khudori Soleh, FILSAFAT ISLAM Dari Klasik Hingga Kontemporer,( Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA:2016),
hlm.40-45.
10
3. Ibnu Sina (Avicenna): Salah satu filsuf dan cendekiawan paling penting dalam
sejarah Islam. Karyanya "Kitab al-Shifa" adalah salah satu sumbangan paling
signifikan dalam filsafat dan ilmu kedokteran. Dia juga memainkan peran penting
dalam mempopulerkan pemikiran Aristoteles dalam dunia Islam.
4. Al-Ghazali: Al-Ghazali adalah seorang filsuf, teolog, dan sufi terkemuka. Dia
terkenal karena kritiknya terhadap filsafat dan pengaruhnya dalam memperkuat posisi
teologi dalam Islam. Karyanya yang terkenal, "Tahafut al-Falasifah" (Incoherence of
the Philosophers), mempertanyakan argumen-argumen filsafat.
5. Ibnu Rushd (Averroes): Dikenal sebagai komentator utama Aristoteles dalam tradisi
Islam. Karyanya dalam menafsirkan Aristoteles memengaruhi pemikiran Eropa pada
Abad Pertengahan dan Renaisans.
6. Ibnu Khaldun: Dia adalah seorang sejarawan, sosiolog, dan filsuf politik terkemuka
dalam sejarah Islam. Karyanya yang paling terkenal adalah "Muqaddimah" yang
membahas sejarah, sosiologi, dan ilmu politik.
7. Mulla Sadra: Dia adalah salah satu tokoh terpenting dalam tradisi filsafat Islam di
Iran. Pemikirannya menggabungkan elemen-elemen filsafat Peripatetik, Sufisme, dan
filsafat Islam.
para tokoh filsafat Islam, dengan caranya masing-masing sesungguhnya telah dan
selalu berusaha untuk menyelaraskan antara wahyu dan rasio, antara agama dan filsafat,
bukan memisahkannya sebagaimana yang sering dituduhkan. Karena itu, dugaan, asumsi,
atau bahkan tuduhan bahwa filsafat (Islam) telah mengabaikan atau bahkan meninggalkan
ajaran wahyu, kiranya patut dikaji ulang.
Daftar ini hanya mencakup sejumlah kecil tokoh penting dalam sejarah filsafat Islam.
Filsafat Islam telah melahirkan banyak pemikir yang berpengaruh dalam berbagai bidang
pemikiran, termasuk filsafat, teologi, ilmu pengetahuan, dan politik.
11
Ketika memafsirkan wahyu mereka tidak mau tunduk kepada arti harfiah dari teks wahyu
yang tidak sejalan dengan pemikiran filososfis dan ilmiah.
Menurut Pemikiran falsafat kalua ada yang benar maka mesti ada yang benar pertama.
Yang benar pertama itu dalam penjelasan Al-Kindi adalah tuhan.Falsafat yang termulia dalam
pendapat Al-Kindi adalah falsafat ketuhanan dan teologi.
b. Jiwa Manusia
Selain soal kemahaesaan tuhan,adalah filososfi islam adalah soal Jiwa manusia (al
nafs). Menurut Ibnu Sina sepertinya Al Farabi Jiwa manusia terbagi menjadi ke dalam 3
bagian. Pertama, Jiwa tumbuh – tumbuhan yang mempunyai daya makan, tumbuh dan
berkembang biak. Kedua, Jiwa Binatang yang mempunyai daya gerak, baik berupa indra luar
maupun indra dalam. Ketiga, Jiwa Manusia yang mempunyai daya berpikir yang disebut
akal.
Yang terbagi menjadi 2 akal praktis, yang menerima arti arti yang berasal dari materi
melalui indra pengingat yang ada dalam jiwa Binatang, dan akal Teoritis yang menangkap
arti murni murni yang tak pernah ada dalam materi seperti tuhan, roh dan malaikat. 16
BAB Ⅲ
PENUTUP
KESIMPULAN
16
Ilyas Supena,2013,FILSAFAT ISLAM, Yogyakarta,Penerbit Ombak, hlm.10 - 16
12
Falasah kesatuan Ilmu mengajarkan bahwa pengetahuan tidak seharusnya dipilah
menjadi disiplin terpisah, malinkan dipahami sebagai suatu keseluruhan yang saling
terhubung. Falsafah ini mengajak untuk melihat untuk melihat bagaimana berbagai aspek
pengetahuan saling mempengaruhi dan membentuk pandangan dunia yang lebih utuh.
Falsafah dapat membantu memberikan jawaban atas pertanyaan yang membutuhkan
argumentasi yang lebih rasional. Dan Falsafah dapat membantu agama dalam menelusuri arti
wahyu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Chair, Badrul Munir. Filsafat Kesatuan Ilmu: SeAP:2020.
Faizah, Luluk Nur “FILSAFAT ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN FILSAFAT
MASEHI, YUNANI, MODERN”. Jurnal Al-Makrifat. Vol, 2 No,2 (2017).
Abdul, Karim “SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN”. Fikrah, Vol. 2, No.
1 (2014).
13
Khudori, Soleh. FILSAFAT ISLAM Dari Klasik Hingga Kontemporer: AR-RUZZ
MEDIA:2016.
Ilyas Supena,2013, FILSAFAT ISLAM, Yogyakarta, Penerbit Ombak
14