75% menganggap dokumen ini bermanfaat (4 suara)
2K tayangan29 halaman

Peraturan Deputi Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara

Dokumen tersebut merupakan peraturan tentang Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang mengatur tahapan pelaksanaan audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna mendukung penyidikan korupsi dan menjaga akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Diunggah oleh

lumintu522
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
75% menganggap dokumen ini bermanfaat (4 suara)
2K tayangan29 halaman

Peraturan Deputi Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara

Dokumen tersebut merupakan peraturan tentang Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang mengatur tahapan pelaksanaan audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna mendukung penyidikan korupsi dan menjaga akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Diunggah oleh

lumintu522
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 29

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI

PERATURAN
DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
BIDANG INVESTIGASI
NOMOR 2 TAHUN 2024
TENTANG
AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN


BIDANG INVESTIGASI,

Menimbang : a. bahwa untuk menunjang pelaksanaan kegiatan


penugasan audit penghitungan kerugian keuangan
negara, perlu disusun landasan hukum mengenai
pelaksanaan penugasan bidang investigasi;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1)
Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Nomor 2 Tahun 2023 tentang
Manajemen Penugasan Pengawasan di Lingkungan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, perlu
diatur prosedur pelaksanaan audit penghitungan
kerugian keuangan negara;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Deputi Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Bidang
Investigasi tentang Audit Penghitungan Kerugian
Keuangan Negara;

Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang


Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4890);
2. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 400) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2023 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun
2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2023 Nomor 35);
-2-

3. Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan


Pembangunan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 1422) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Perubahan
atas Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2023 Nomor 450);
4. Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Nomor 2 Tahun 2023 tentang
Manajemen Penugasan Pengawasan di Lingkungan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor
406);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN
KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BIDANG INVESTIGASI
TENTANG AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN
NEGARA.

Pasal 1
Dalam Peraturan Deputi Kepala ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang
selanjutnya disingkat BPKP, adalah aparat pengawasan
intern pemerintah, yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden, serta
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pengawasan keuangan negara dan pembangunan
nasional.
2. Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif
dan profesional berdasarkan standar audit, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi.
3. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
selanjutnya disebut Audit PKKN adalah proses mencari,
menemukan dan mengumpulkan bukti-bukti melalui
dan/atau bersama Penyidik, menganalisis serta
mengevaluasi bukti secara independen, objektif, dan
profesional berdasarkan standar audit dengan tujuan
untuk menyatakan pendapat mengenai nilai kerugian
keuangan negara yang diakibatkan oleh penyimpangan
dari hasil penyidikan dan digunakan untuk
mendukung tindakan litigasi.
4. Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat
berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya
sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.
-3-

Pasal 2
(1) Peraturan Deputi Kepala ini dimaksudkan sebagai
pedoman dalam mengelola penugasan Audit PKKN.
(2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk:
a. menjaga dan meningkatkan kualitas penugasan
Audit PKKN;
b. memberikan panduan dalam memenuhi Standar
Audit Intern Pemerintah Indonesia dan Kode Etik
Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia; dan
c. menetapkan dasar untuk mengevaluasi kinerja
penugasan Audit PKKN.

Pasal 3
(1) Tahapan penugasan Audit PKKN terdiri atas:
a. Pengembangan Informasi Awal;
b. Perencanaan Penugasan;
c. Pelaksanaan Penugasan;
d. Komunikasi Hasil Penugasan; dan
e. Pemantauan Tindak Lanjut.
(2) Atas tahapan penugasan Audit PKKN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan program penjaminan
dan peningkatan kualitas.

Pasal 4
Sistematika pedoman penugasan Audit PKKN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas:
a. BAB I PENDAHULUAN;
b. BAB II PENGEMBANGAN INFORMASI AWAL;
c. BAB III PERENCANAAN PENUGASAN;
d. BAB IV PELAKSANAAN PENUGASAN;
e. BAB V KOMUNIKASI HASIL PENUGASAN;
f. BAB VI PENJAMINAN DAN PENINGKATAN
KUALITAS;
g. BAB VII PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL
AUDIT; dan
h. BAB VIII PENUTUP.

Pasal 5
Pedoman penugasan Audit PKKN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Deputi Kepala ini.
-5-

LAMPIRAN
PERATURAN DEPUTI KEPALA BADAN
PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN BIDANG
INVESTIGASI
NOMOR 2 TAHUN 2024
TENTANG
AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN
KEUANGAN NEGARA

AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang
selanjutnya disingkat BPKP merupakan Lembaga yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan
keuangan negara dan pembangunan nasional sebagaimana
diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192
Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 20 Tahun 2023 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
2. Salah satu tugas pemerintahan di bidang pengawasan yang
dilaksanakan oleh BPKP adalah melaksanakan Audit
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara, Pemberian
Keterangan Ahli, dan upaya pencegahan korupsi.
3. Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP),
pelaksanaan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung dan
memperkuat implementasi sistem pengendalian intern dalam
mencapai akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan
pengelolaan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean
governance).
4. Audit PKKN dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan
pimpinan instansi Penyidik untuk menghitung kerugian
keuangan negara akibat penyimpangan yang berindikasi tindak
pidana korupsi atau tindak pidana kejahatan lainnya dan/atau
perdata yang merugikan keuangan negara. Audit PKKN dapat
dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.
5. Untuk menjaga kualitas produk bidang investigasi, di antaranya
Audit PKKN, diperlukan pedoman untuk mengatur pengelolaan
penugasan audit PKKN yang merujuk kepada Standar Audit
Intern Pemerintah Indonesia. Pedoman tersebut wajib
dipedomani oleh seluruh unit kerja di BPKP yang melakukan
penugasan Audit PKKN untuk memastikan bahwa proses dan
hasil audit PKKN dapat dipertanggungjawabkan secara
profesional.
-6-

B. TUJUAN, SASARAN, DAN RUANG LINGKUP AUDIT PKKN


1. Tujuan
Audit PKKN bertujuan untuk menyatakan pendapat mengenai
nilai kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh
penyimpangan berdasarkan hasil Penyidikan dan digunakan
untuk mendukung tindakan litigasi.
2. Sasaran
Sasaran Audit PKKN adalah kegiatan yang di dalamnya diduga
terjadi penyimpangan yang berindikasi tindak pidana korupsi
atau tindak pidana kejahatan lainnya yang merugikan
keuangan negara.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Audit PKKN meliputi batasan tentang kegiatan
yang di dalamnya diduga terjadi penyimpangan (focus),
lokasi/tempat terjadinya penyimpangan (locus), dan waktu
terjadinya penyimpangan (tempus), serta hal-hal lain yang
relevan dengan kegiatan yang menjadi sasaran audit PKKN.

C. DEFINISI
1. Auditor adalah jabatan di BPKP yang mempunyai ruang lingkup,
tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan
pengawasan intern pada instansi pemerintah, lembaga,
dan/atau pihak lain yang di dalamnya terdapat kepentingan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak
dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang
berwenang.
2. Klien dan Entitas Mitra dalam Audit PKKN adalah Instansi
Penyidik, yaitu instansi yang diberikan wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan. Termasuk dalam
definisi ini adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
3. Ekspose adalah kegiatan menjelaskan materi spesifik terkait
pengawasan bidang investigasi dengan cara memberikan
keterangan secara komprehensif, menyajikan data, fakta dan
hasil analisis serta menunjukkan bukti dan mengungkapkan
informasi yang bersifat terbatas, diikuti dengan melakukan
pembahasan, bertukar pikiran, dan memberikan pendapat
profesional dalam suatu rapat yang diselenggarakan secara
formal.
4. Metode Audit PKKN adalah cara yang dipilih oleh Auditor
berdasarkan keahliannya untuk menghitung kerugian
keuangan negara.
5. Pemantauan tindak lanjut Audit PKKN adalah proses
memastikan bahwa informasi hasil Audit Penghitungan
Kerugian Keuangan Negara telah dipergunakan oleh instansi
Penyidik dalam mendukung tindakan litigasi.
6. Pimpinan Unit Kerja adalah Direktur di lingkungan Deputi
Bidang Investigasi dan Kepala Perwakilan BPKP.
7. Deputi adalah unsur pelaksana tugas dan fungsi BPKP di bidang
pengawasan intern yang dipimpin oleh Deputi Kepala BPKP
Bidang Investigasi.
8. Unit Kerja adalah Direktorat pada Deputi Bidang Investigasi
BPKP dan Perwakilan BPKP.
-7-

D. TAHAPAN AUDIT PKKN


Tahapan Audit PKKN mencakup Pengembangan Informasi Awal,
Perencanaan Penugasan, Pelaksanaan Penugasan, Komunikasi Hasil
Penugasan, dan Pemantauan Tindak Lanjut, dengan uraian sebagai
berikut:
1. Pengembangan Informasi Awal merupakan tahapan
pengumpulan, identifikasi, analisis, evaluasi, dan dokumentasi
data dan informasi indikasi penyimpangan dalam rangka
menyusun desain pengawasan dan menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan Audit PKKN.
2. Perencanaan Penugasan merupakan proses penetapan desain
pengawasan dalam rangka mencapai tujuan penugasan Audit
PKKN.
3. Pelaksanaan Penugasan merupakan proses identifikasi,
analisis, evaluasi, dan dokumentasi informasi yang memadai
dalam rangka mencapai tujuan Audit PKKN.
4. Komunikasi Hasil Penugasan merupakan proses penyusunan
dan penyampaian informasi hasil penugasan secara akurat,
objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu.
5. Pemantauan Tindak Lanjut merupakan proses memastikan
bahwa informasi hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan
Negara telah dipergunakan oleh Entitas Mitra atau Klien dalam
mendukung tindakan litigasi.
Seluruh tahapan didokumentasikan dalam kertas kerja audit.
-8-

BAB II
PENGEMBANGAN INFORMASI AWAL

A. UMUM
1. Pengembangan informasi awal merupakan prosedur baku yang
harus dilakukan secara seksama dan mampu mengidentifikasi
secara dini terpenuhi atau tidaknya kriteria penugasan Audit
PKKN.
2. Pengembangan informasi awal dimaksudkan untuk
memutuskan akan dilakukannya penugasan Audit PKKN dan
menyusun desain penugasan Audit PKKN dengan tujuan
menilai pemenuhan kriteria penugasan Audit PKKN.
3. Direktorat Investigasi IV melaksanakan kegiatan pengembangan
informasi awal atas Audit PKKN yang akan dilaksanakan oleh
Direktorat Investigasi I, II dan III.

B. KRITERIA PEMENUHAN PERMINTAAN AUDIT PKKN


Permintaan Audit PKKN dapat dipenuhi apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Kriteria Kesesuaian dengan Kebijakan Pengawasan
Kegiatan pengawasan yang akan dilaksanakan merupakan
kegiatan yang telah tercakup dalam kebijakan pengawasan
BPKP.
2. Kriteria Kepatuhan terhadap Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia (SAIPI).
a. Tidak terdapat pelemahan atau risiko pelemahan terhadap
independensi kelembagaan BPKP; dan
b. Kecakapan, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi yang diperlukan dapat dipenuhi.
3. Kriteria Administratif
a. Penugasan Audit PKKN berasal dari permintaan tertulis
pimpinan Instansi Penyidik/Penetapan Pengadilan;
b. Status kasus berada pada tahapan Penyidikan; dan
c. Badan Pemeriksa Keuangan atau Inspektorat Jenderal
Kementerian/Inspektorat LPNK/Inspektorat
Pemda/Satuan Pengawas Intern Badan Usaha/Badan
Lainnya belum melakukan audit investigatif dan/atau
Audit PKKN atas kasus dengan ruang lingkup yang sama.
4. Kriteria Substantif
a. Lingkup kegiatan merupakan keuangan negara;
b. Penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan
negara telah cukup jelas berdasarkan pendapat Penyidik;
c. Hubungan sebab akibat antara penyimpangan dengan
indikasi kerugian keuangan negara teridentifikasi dengan
jelas;
d. Nilai kerugian keuangan negara dapat diperkirakan; dan
e. Bukti-bukti yang diperlukan untuk menghitung kerugian
keuangan negara sudah diperoleh oleh Penyidik secara
relatif cukup, andal, relevan, dan bermanfaat.

C. LANGKAH KERJA
1. Pengembangan informasi awal dilakukan oleh Auditor Bidang
Investigasi pada Perwakilan BPKP/Direktorat Investigasi IV
untuk mendapatkan gambaran umum kasus.
-9-

2. Hasil pengembangan informasi awal dituangkan dalam lembar


uji (check list) dan melaporkan hasilnya kepada Pimpinan Unit
Kerja:
a. Disertai surat undangan ekspose apabila lingkup kegiatan
merupakan keuangan negara dan seluruh kriteria
kepatuhan SAIPI serta kriteria administratif terpenuhi.
b. Apabila terdapat kriteria yang tidak terpenuhi, lembar uji
disertai konsep surat pemberitahuan kepada Instansi
Penyidik bahwa permintaan Audit PKKN belum dapat
dipenuhi beserta alasannya.
Format Lembar Uji disajikan pada Lampiran Audit PKKN Nomor 1.
3. Pengembangan informasi awal dilakukan dengan
mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi informasi
yang dipandang perlu untuk menilai pemenuhan kriteria
penugasan Audit PKKN.
4. Ekspose awal
Ekspose awal bertujuan untuk memastikan terpenuhinya
kriteria substantif. Ekspose diselenggarakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Sifat ekspose awal adalah terbatas, yaitu hanya dapat
dihadiri oleh pegawai BPKP pada Deputi Bidang Investigasi
atau Bidang Investigasi pada Perwakilan BPKP tanpa
diperlukan undangan yang ditujukan secara khusus
kepada peserta ekspose. Pegawai di luar Deputi Bidang
Investigasi atau Bidang Investigasi pada perwakilan BPKP
dapat menghadiri ekspose apabila diundang secara khusus
oleh Koordinator pada Deputi Bidang Investigasi atau
Koordinator Pengawasan Investigasi pada Perwakilan
BPKP;
b. Ekspose dapat dilakukan dengan pertemuan tatap muka
secara fisik (luring), daring, atau perpaduan antara
pertemuan daring dan luring;
c. Alat kelengkapan ekspose:
1) Pemimpin Ekspose, yaitu Deputi/Pimpinan Unit
Kerja/Koordinator/Pengendali Teknis pada Unit Kerja.
2) Penyaji berasal dari pihak Instansi Penyidik.
3) Pembahas atau tim pembahas, yaitu:
a) Peserta ekspose, dan/atau
b) Tim yang khusus ditunjuk oleh pejabat BPKP
yang berwenang untuk melakukan pembahasan.
4) Notulis, yaitu personil yang ditunjuk oleh pemimpin
ekspose untuk mencatat jalannya rapat/ekspose.
d. Tahapan penyelenggaraan ekspose:
1) Persiapan
Pejabat yang berwenang menyelenggarakan ekspose
menentukan:
a) Tempat, tanggal, metode, dan agenda ekspose;
b) Jenis dan sifat ekspose;
c) Narahubung kegiatan ekspose;
d) Penyusunan surat undangan atau nota dinas
kegiatan ekspose;
e) Pengiriman surat undangan atau nota dinas
kegiatan ekspose;
f) Penyiapan sarana dan prasarana ekspose untuk
kegiatan ekspose daring ataupun luring;
g) Permintaan bahan paparan kepada penyaji; dan
-10-

h) Distribusi bahan paparan kepada peserta


ekspose.
2) Pelaksanaan
a) Pembukaan oleh Pemimpin Rapat Ekspose;
b) Pemaparan oleh Penyaji;
c) Pembahasan dengan para peserta ekspose; dan
d) Perumusan kesimpulan hasil ekspose.
3) Penyusunan Risalah Ekspose
a) Penyusunan Risalah Ekspose
(1) Tim notulis mencatat pokok–pokok jalannya
ekspose dan hasil ekspose;
(2) Tim notulis dapat membuat rekaman audio
dan/atau video;
(3) Konsep Risalah Ekspose direviu oleh
Pemimpin Rapat Ekspose;
(4) Pemimpin Rapat mengklarifikasi hal–hal
yang belum jelas kepada penyaji dan/atau
pembahas;
(5) Konsep Risalah Ekspose disampaikan
kepada penyaji dan pembahas untuk
dikoreksi bila perlu;
(6) Simpulan hasil Risalah Ekspose dibacakan
untuk dapat didengarkan dan ditanggapi
oleh peserta ekspose dan dikoreksi bila
perlu, dalam simpulan antara lain
menyatakan terdapat indikasi nilai kerugian
keuangan negara dengan estimasi sebesar
hasil kesepakatan ekspose dan penetapan
dapat atau tidaknya dilaksanakan
penugasan audit akan dilakukan oleh
Pimpinan Unit Kerja BPKP;
(7) Risalah Ekspose dibuat tanpa kop surat
maupun stempel BPKP dan ditandatangani
oleh:
(a) Tim notulis sebagai penyusun Risalah
Ekspose;
(b) Penyaji atau salah satu dari tim penyaji
sebagai tanda persetujuan atas materi
yang tercantum dalam Risalah Ekspose;
dan
(c) Pemimpin Rapat sebagai tanda
mengetahui proses dan hasil ekspose;
(8) Sistematika Risalah Ekspose disajikan pada
Lampiran Audit PKKN Nomor 2.
b) Dokumentasi Ekspose
(1) Surat Undangan atau Nota Dinas;
(2) Risalah Ekspose;
(3) Daftar Hadir Ekspose;
(4) Bahan paparan materi ekspose (jika ada);
(5) Daftar bukti atau dokumen yang diserah-
terimakan (jika ada); dan
(6) Jika tersedia dan diperlukan, dapat
disertakan foto, rekaman audio, atau
rekaman audio video.
c) Dokumentasi ekspose adalah arsip BPKP dan
bagian dari kertas kerja Audit PKKN.
-11-

4) Pengomunikasian Risalah Ekspose


a) Risalah ekspose yang telah ditandatangani oleh
Notulis, Penyaji atau Pembahas dan Pemimpin
Rapat Ekspose dapat diserahkan secara langsung
oleh Pemimpin Rapat Ekspose kepada Penyaji;
dan
b) Risalah ekspose menjadi lampiran laporan hasil
pengembangan informasi awal dan disampaikan
kepada Deputi atau Kepala Perwakilan BPKP.
5. Prosedur lanjutan
Apabila ekspose belum menghasilkan simpulan mengenai
terpenuhi/tidak terpenuhinya kriteria substantif, dilakukan
prosedur lanjutan antara lain sebagai berikut:
a. Meminta kelengkapan dokumen terkait kasus yang
dimintakan audit;
b. Melakukan reviu dokumen dan meminta keterangan lebih
lanjut;
c. Melakukan prosedur tersebut pada Butir A; dan/atau
d. Melakukan ekspose kembali apabila diperlukan.

D. LAPORAN HASIL TELAAH


Proses dan hasil pengembangan informasi awal dituangkan dalam
Laporan Hasil Telaah dengan sistematika sebagai berikut:
1. Dasar penugasan
2. Sasaran dan ruang lingkup
3. Hasil pengembangan informasi awal
a. Penilaian pemenuhan kriteria penugasan Audit PKKN
1) pemenuhan kriteria kebijakan pengawasan;
2) pemenuhan kriteria kepatuhan SAIPI;
3) pemenuhan kriteria administratif; dan
4) pemenuhan kriteria substantif.
b. Desain Penugasan Audit PKKN
1) informasi hasil pengawasan;
2) fokus, lokus, dan tempus;
3) alokasi sumber daya; dan
4) risiko penugasan dan batasan tanggung jawab.
4. Simpulan dan Usulan Tindak Lanjut
5. Lampiran:
a. Lembar Uji;
b. Risalah Ekspose; dan
c. Daftar Bukti yang diperoleh.
Laporan disampaikan dengan Nota Dinas Direktur Investigasi IV
kepada Deputi atau Nota Dinas Koordinator Pengawasan Investigasi
kepada Kepala Perwakilan.

E. PENETAPAN PENUGASAN AUDIT


1. Penetapan penugasan audit dilakukan oleh Pimpinan Unit Kerja
BPKP berdasarkan Laporan Hasil Telaah, sesuai dengan
kewenangan dan tanggung jawabnya.
2. Apabila Pimpinan Unit Kerja memutuskan untuk menerima
permintaan audit, segera disusun penugasan audit.
3. Apabila berdasarkan hasil pengembangan informasi awal
disimpulkan bahwa permintaan Audit PKKN tidak memenuhi
kriteria substantif, Deputi/Kepala Perwakilan mengirim surat
pemberitahuan bahwa permintaan Audit PKKN tidak dapat
ditindaklanjuti.
-12-

F. KETENTUAN LAIN:
1. Terhadap kasus yang telah dilakukan audit investigatif dan
telah diterbitkan LHAI oleh BPKP, kemudian kasus tersebut
ditingkatkan ke Penyidikan oleh Penyidik maka atas kasus
tersebut dapat diberikan dua perlakuan:
a. dilakukan Audit PKKN apabila diminta secara tertulis oleh
pimpinan Instansi Penyidik; atau
b. dapat langsung diberikan keterangan ahli, dengan syarat
bukti yang diperoleh selama Audit Investigatif sama dengan
bukti yang diperoleh Penyidik dan tidak ada bukti baru
selama proses Penyidikan.
2. Dalam hal permintaan audit PKKN atas Penetapan Pengadilan
pada saat perkara dalam proses persidangan, penerimaan
penugasan didasarkan pada hasil penelaahan terhadap
kecukupan bukti-bukti yang sudah diperoleh pada saat
persidangan perkara tersebut. Namun demikian, karena
Penetapan Pengadilan mempunyai kekuatan memaksa (harus
dipenuhi) maka penelaahan tersebut lebih ditujukan untuk
menentukan langkah lebih lanjut yang harus dilakukan oleh tim
audit.
-13-

BAB III
PERENCANAAN PENUGASAN

Tahap perencanaan merupakan proses penetapan strategi pencapaian


tujuan Audit PKKN.
A. PENENTUAN TIM AUDIT
Dalam menentukan jumlah dan susunan tim audit, Pimpinan Unit
Kerja BPKP mempertimbangkan risiko audit, kompleksitas
permasalahan, waktu audit yang tersedia, dan kompetensi Auditor,
serta anggaran yang tersedia. Kompetensi tim Audit PKKN
dibuktikan dengan sertifikat Auditor.
B. PENYUSUNAN PROGRAM KERJA AUDIT
Sebelum melaksanakan audit, Tim menyusun program kerja audit
berdasarkan hasil pengembangan informasi awal agar tujuan audit
tercapai secara efektif dan efisien.
Program Kerja Audit disusun dengan prosedur sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan merumuskan prosedur dan teknik audit
yang akan digunakan untuk menguji kausalitas penyimpangan
dan penghitungan kerugian keuangan negara dalam bentuk
Program Kerja Audit;
2. Merancang metode penghitungan kerugian keuangan negara;
3. Merencanakan perolehan bukti keterangan Ahli lain, apabila
diperlukan;
4. Menetapkan tanggung jawab BPKP dan tanggung jawab Pejabat
yang Berwenang pada Klien dan/atau Entitas Mitra; dan
5. Melakukan penilaian risiko penugasan dan merencanakan
mitigasi risiko yang memadai. Sehubungan dengan tujuan
penugasan Audit PKKN, maka Auditor yang ditugaskan harus
melakukan penilaian risiko penugasan. Risiko dimaksud berupa
kemungkinan kegagalan Auditor dalam:
a. Mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis bukti;
b. Menentukan metode penghitungan yang relevan; dan
c. Menghitung kerugian keuangan negara.
C. PENYIAPAN DOKUMEN PENUGASAN
1. Berdasarkan penetapan Pimpinan Unit Kerja BPKP, disusun
Surat Tugas Audit.
2. Untuk unit kerja BPKP Pusat, Surat Tugas diterbitkan oleh
Direktur dengan Surat Pengantar dari Deputi. Untuk Perwakilan
BPKP, Surat Tugas dan Surat Pengantar diterbitkan oleh Kepala
Perwakilan, ditembuskan kepada Deputi.
3. Surat tugas tersebut harus secara jelas memuat lingkup
penugasan, susunan tim, beban pembiayaan dan periode audit.
4. Lingkup penugasan disesuaikan dengan Laporan Hasil Telaah.
5. Periode penugasan perlu mempertimbangkan risiko-risiko
penugasan sehingga seluruh prosedur audit dapat diselesaikan
dalam periode tersebut dan laporan Audit PKKN dapat
diterbitkan tepat waktu.
6. Audit PKKN dapat diberikan perpanjangan waktu penugasan
dengan didasarkan pada alasan yang dapat diterima. Kondisi
tersebut dituangkan dalam laporan kemajuan penugasan
(progress report).
7. Biaya audit menjadi beban Unit Kerja yang bersangkutan atau
sumber dana yang lainnya setelah memperoleh izin dari
Pimpinan Unit Kerja dengan mengacu kepada ketentuan
berlaku.
-14-

BAB IV
PELAKSANAAN PENUGASAN

Tahap pelaksanaan audit merupakan proses identifikasi, analisis,


evaluasi, dan dokumentasi informasi dalam rangka mencapai tujuan
Audit PKKN.
A. PENGUMPULAN BUKTI
1. Auditor mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti
melalui dan/atau bersama Penyidik, menganalisis serta
mengevaluasi bukti dan harus memenuhi kriteria cukup, andal,
relevan, dan bermanfaat.
2. Bukti yang cukup adalah bukti yang faktual, memadai, dan
meyakinkan sehingga seseorang yang memiliki sifat kehati-
hatian (prudent) akan mencapai kesimpulan yang sama dengan
Auditor. Untuk menentukan kecukupan bukti audit, Auditor
harus menerapkan pertimbangan keahlian secara profesional
dan objektif.
3. Bukti disebut andal jika bukti tersebut merupakan bukti
terbaik, valid, dan konsisten dengan fakta. Bukti yang valid
adalah bukti yang memenuhi persyaratan hukum dan
peraturan perundang-undangan. Bukti yang dapat diandalkan
berkaitan dengan sumber dan cara perolehan bukti itu sendiri.
4. Bukti audit disebut relevan jika mempunyai hubungan yang
logis dan penting dalam mendukung observasi dan rekomendasi
penugasan dan konsisten dengan tujuan penugasan.
5. Bukti audit disebut bermanfaat apabila dapat membantu
Auditor dalam mencapai tujuan penugasannya.
6. Permintaan data/bukti agar dilakukan melalui surat
permintaan tertulis dengan menyebutkan jenis, nama, dan
jumlah data/bukti yang diperlukan, serta batas waktu
penyampaian data/bukti sebagai berikut:
a. Ditandatangani oleh Koordinator Pengawasan/Pengendali
Teknis/Ketua Tim audit ditujukan kepada Penyidik terkait;
dan
b. Apabila permintaan data/bukti belum dipenuhi oleh
Instansi Penyidik, surat permintaan tertulis data/bukti
agar disampaikan secara berturut-turut sampai dengan 2
(dua) kali dan diberikan batas waktu. Surat permintaan
ditandatangani oleh Deputi/Kepala Perwakilan dan
ditujukan kepada Pimpinan Instansi Penyidik.
7. Apabila permintaan data/bukti yang ditandatangani oleh
Deputi/Kepala Perwakilan sampai dengan 2 (dua) kali dalam
batas waktu yang ditentukan tidak atau belum dipenuhi oleh
Instansi Penyidik yang bersangkutan, Deputi/Kepala
Perwakilan menerbitkan surat penghentian sementara
penugasan, untuk Perwakilan BPKP surat tersebut
ditembuskan kepada Deputi.
8. Apabila diperlukan, Auditor BPKP dapat melakukan
pengumpulan bukti tambahan melalui dan/atau bersama
Penyidik dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengumpulan bukti dilakukan di bawah koordinasi
Penyidik.
b. Auditor BPKP harus menaati SAIPI dan menghormati
kewenangan Penyidik dalam pengumpulan bukti
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
-15-

c. Auditor BPKP harus memastikan bahwa pengumpulan


bukti tambahan dilakukan sesuai dengan prosedur dan
ketentuan yang berlaku, termasuk apabila bukti yang perlu
dikumpulkan adalah bukti berupa dokumen elektronik.
9. Apabila diperlukan, Auditor dapat mengusulkan pengumpulan
bukti dengan teknik pengumpulan dan evaluasi bukti dokumen
elektronik (PEBDE) kepada Penyidik.
10. Dalam hal Auditor BPKP memerlukan klarifikasi atau
konfirmasi secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait,
permintaan klarifikasi atau konfirmasi disampaikan oleh
Auditor BPKP melalui Penyidik dan pelaksanaan klarifikasi atau
konfirmasi didampingi oleh Penyidik. Hasil klarifikasi atau
konfirmasi tersebut dianalisis lebih lanjut dan dikomunikasikan
dengan Penyidik untuk menentukan diperlukannya prosedur
lanjutan.
11. Dalam hal pengumpulan dan evaluasi bukti memerlukan
bantuan teknis yang dimiliki ahli lain, maka Auditor dapat
meminta Penyidik untuk menyediakan tenaga ahli sesuai
dengan kebutuhan penugasan.
12. Terhadap data/bukti yang diterima dari Instansi Penyidik
dibuat Daftar Penerimaan Bukti dengan menyebutkan jenis,
nama, dan jumlah data/bukti.
13. Auditor BPKP menjaga kesinambungan penguasaan bukti (chain
of custody) dan mengembangkan serangkaian pengawasan atas
sumber, kepemilikan, dan penyimpanan semua bukti yang
berkaitan dengan penugasan.

B. ANALISIS DAN EVALUASI BUKTI


Auditor BPKP harus:
1. menganalisis dan mengevaluasi seluruh bukti yang
dikumpulkan dengan memperhatikan urutan proses kejadian
(sequences)/kerangka waktu kejadian (time frame) yang
dijabarkan dalam bentuk bagan arus kejadian (flow chart) atau
narasi pengungkapan fakta dan proses kejadian;
2. menilai kecukupan dan keandalan bukti yang dikumpulkan
selama pekerjaan audit;
3. mengidentifikasi, mengkaji, dan membandingkan semua bukti
yang relevan dengan mengutamakan hakikat daripada bentuk
(substance over form); dan
4. menggunakan teknik-teknik audit yang relevan dengan tujuan
audit yang akan dicapai.
Proses evaluasi dan analisis bukti dilaksanakan dan
didokumentasikan dalam format Worksheet Audit PKKN. Format
Worksheet Audit PKKN disajikan dalam Lampiran Audit PKKN
Nomor 3.
Pemeriksaan fisik terhadap teknis pekerjaan harus dilakukan oleh
ahli yang berkompeten. Dalam hal menggunakan tenaga ahli untuk
penugasan Audit PKKN, Auditor melalui Penyidik, harus melakukan
kesepahaman dan komunikasi yang cukup dengan tenaga ahli
tersebut untuk meminimalkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan salah menafsirkan hasil pekerjaan dan/atau informasi
dari tenaga ahli.
-16-

C. EKSPOSE INTERN
1. Ekspose intern dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ekspose intern pada Perwakilan BPKP dikoordinasikan
oleh Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi.
b. Ekspose intern pada Deputi Bidang Investigasi BPKP
dikoordinasikan oleh Koordinator yang menangani kasus
tersebut.
c. Pimpinan unit kerja dapat menugaskan Auditor BPKP atau
Koordinator/ Koordinator Pengawasan lain untuk hadir
dan memberikan masukan dalam ekspose intern sesuai
kebutuhan.
d. Hasil ekspose intern dituangkan dalam Risalah Ekspose
Intern.
2. Dengan memperhatikan hasil ekspose intern tersebut di atas,
penanganan selanjutnya sebagai berikut:
a. Dalam hal disimpulkan bahwa audit yang dilakukan masih
memerlukan prosedur audit dan/atau bukti-bukti
pendukung tambahan, maka Auditor BPKP melaksanakan
prosedur audit dan/atau melengkapi bukti-bukti
pendukung dimaksud melalui dan/atau bersama Penyidik.
b. Dalam hal disimpulkan bahwa audit yang dilakukan telah
cukup, maka Auditor BPKP melanjutkan proses
selanjutnya.
3. Pimpinan Unit Kerja harus melakukan pengendalian yang
memadai terhadap setiap penugasan terutama untuk
penugasan yang sudah melampaui batas waktu agar
diidentifikasi hambatan dan kendala yang dihadapi, serta
melaporkan hambatan dan kendala tersebut kepada Deputi.
4. Dalam hal penugasan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan
Negara sedang berjalan dan dijumpai kondisi yang tidak
diharapkan dan di luar kendali Auditor BPKP sehingga terdapat
risiko penugasan tidak dapat dilanjutkan (seperti pembatasan
informasi), Kepala Perwakilan dapat mengirim surat kepada
Deputi untuk dilakukan penjaminan kualitas/quality assurance
(QA).
5. Penugasan Audit PKKN dapat dihentikan dengan surat
penghentian penugasan yang ditandatangani oleh
Deputi/Kepala Perwakilan dan dikirim kepada Instansi
Penyidik/Pengadilan. Untuk perwakilan BPKP, surat dimaksud
ditembuskan kepada Deputi.
a. Penghentian sementara penugasan dapat dilakukan
apabila berdasarkan hasil telaah Deputi, disimpulkan telah
terjadi pembatasan informasi oleh Penyidik yang
dibuktikan dengan tidak dipenuhinya permintaan
data/bukti oleh instansi Penyidik sampai dengan batas
waktu yang ditentukan. Penugasan dapat dilanjutkan
setelah pimpinan instansi Penyidik mengirim surat
permintaan melanjutkan audit dan melengkapi data/bukti
yang diminta oleh Auditor.
b. Penghentian tetap penugasan dapat disebabkan kondisi
sebagai berikut:
1) Instansi Penyidik mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus yang sedang
dilakukan Audit PKKN; atau
2) Terdapat putusan pengadilan yang menghentikan
proses hukum yang sedang berlangsung.
-17-

Terhadap penghentian tetap penugasan, Auditor menyusun


Laporan Kegiatan yang ditandatangani oleh pimpinan unit kerja
dan dikirimkan kepada Deputi.
6. Metode penghitungan kerugian keuangan negara bersifat
kasuistik dan spesifik sehingga harus dikembangkan oleh
Auditor BPKP berdasarkan proses bisnis dan jenis
penyimpangan yang terjadi.

D. PENGELOLAAN KERTAS KERJA


1. Semua langkah kerja dalam pelaksanaan audit harus
dituangkan dalam kertas kerja audit.
2. Kertas kerja audit harus memuat atau mempunyai referensi
untuk semua informasi yang digunakan meliputi dokumen-
dokumen:
a. Informasi awal berupa surat permintaan untuk melakukan
Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dan
informasi yang berhubungan dengan penugasan auditnya;
b. Surat penugasan dan surat-menyurat lain;
c. Dokumen perencanaan penugasan termasuk program
audit;
d. Bukti-bukti pendukung;
e. Peraturan terkait;
f. Laporan yang diterbitkan termasuk konsepnya;
g. Hasil analisis termasuk metode dan teknik audit yang
digunakan serta semua penjelasan yang perlu dalam
rangka melaksanakan program audit;
h. Hasil wawancara atau berita acara klarifikasi, catatan
rapat, dan diskusi lainnya;
i. Risalah Ekspose, Notisi Hasil Audit dan Risalah Ekspose
Akhir;
j. Hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh ahli lain terutama
yang berkaitan dengan temuan dan simpulan akhir; dan
k. Kertas kerja audit harus memuat ikhtisar yang mendukung
substansi materi dan angka-angka yang ada dalam laporan
audit.
3. Auditor BPKP harus mendokumentasikan setiap hasil
pengamatan, pertimbangan atau kesimpulan akhir dalam
kertas kerja, termasuk pertimbangan profesional atas hal
tersebut. Hal yang penting adalah dokumen atau kertas kerja
harus relevan dengan pendapat dan simpulan akhir.
4. Setiap kertas kerja harus dilakukan reviu secara berjenjang
untuk memastikan bahwa kertas kerja telah disusun dan
memuat semua informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
program audit.
5. Pimpinan Unit Kerja harus menetapkan prosedur yang layak
untuk menjaga keamanan kertas kerja dan menyimpan dalam
periode waktu yang cukup sesuai dengan kebutuhan penugasan
dan memenuhi ketentuan kearsipan serta dapat memenuhi
persyaratan pada saat dilakukan reviu sejawat.
6. Kertas Kerja Audit adalah milik BPKP. Kebutuhan pemakaian
Kertas Kerja Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
oleh pihak-pihak berkepentingan dapat dipenuhi dengan izin
tertulis dari Kepala BPKP melalui Deputi.
-18-

7. Riwayat Penugasan diarsipkan dan dikendalikan oleh


Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi untuk Perwakilan
BPKP dan oleh Koordinator Investigasi untuk Deputi Bidang
Investigasi.
-19-

BAB V
KOMUNIKASI HASIL PENUGASAN

Tahapan komunikasi hasil penugasan merupakan proses penyusunan


dan penyampaian informasi hasil penugasan secara akurat, objektif, jelas,
ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu.
A. PENYUSUNAN DRAFT LAPORAN
1. Tim audit menyusun notisi hasil audit PKKN dengan format
sebagaimana dalam Lampiran Audit PKKN Nomor 4.
2. Terhadap Notisi tersebut dilakukan reviu berjenjang sampai
dengan Deputi Bidang Investigasi/Kepala Perwakilan.
3. LHA PKKN disusun dalam bentuk surat dan disampaikan
kepada pihak berkepentingan dengan Surat Pengantar dengan
kode “SR” yang ditandatangani oleh pimpinan Unit Kerja. Dalam
hal surat pengantar ditandatangani secara elektronik, mengacu
pada ketentuan yang berlaku.
4. Format LHA PKKN memuat pokok-pokok uraian sebagai berikut:
a. Dasar Penugasan
Dalam subjudul ini dijelaskan dasar penugasan, seperti:
1) Surat permintaan untuk melakukan Audit
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Pimpinan
Instansi Penyidik.
2) Surat Pengantar yang diterbitkan oleh Deputi Kepala
BPKP Bidang Investigasi atau Pimpinan Unit Kerja, dan
Surat Tugas yang diterbitkan oleh Pimpinan Unit Kerja.
b. Tujuan Penugasan
Berisikan pernyataan tujuan penugasan yaitu menyatakan
pendapat nilai kerugian keuangan negara yang diakibatkan
oleh penyimpangan dari hasil penyidikan dan
dipergunakan untuk mendukung tindakan litigasi.
c. Ruang Lingkup Penugasan
Ruang lingkup penugasan, yaitu uraian mengenai kegiatan
yang menjadi objek audit, tempat, dan periode terjadinya
penyimpangan.
d. Batasan Tanggung Jawab
e. Pernyataan Pemenuhan Norma
Berisikan pernyataan bahwa audit telah dilaksanakan
sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia
(SAIPI), meliputi pemeriksaan atas dokumen/bukti,
konfirmasi dan wawancara kepada pihak terkait serta
prosedur audit lainnya yang dipandang perlu sesuai
dengan keadaan.
f. Prosedur Penugasan
g. Hambatan Penugasan
Dalam subjudul ini disebutkan hambatan yang dihadapi
dalam penugasan serta solusi yang sudah dilakukan dalam
menghilangkan hambatan tersebut. Dalam hal hambatan
adalah berkaitan dengan ketidakcukupan dalam
memperoleh bukti, tidak diperkenankan untuk
menerbitkan LHAPKKN.
h. Pengungkapan Fakta dan Proses Kejadian
Dalam subjudul ini diuraikan secara terinci dan jelas fakta-
fakta dan proses kejadian berdasarkan bukti-bukti yang
relevan, andal, cukup, dan bermanfaat yang diperoleh
melalui dan/atau bersama Penyidik. Pengungkapan fakta
dan proses kejadian merupakan rekonstruksi secara
-20-

kronologis berdasarkan urutan kejadian berdasarkan


bukti-bukti yang diperoleh.
i. Data dan Bukti-Bukti yang Diperoleh
Dalam subjudul ini diuraikan data/bukti yang diperoleh
yang dipergunakan untuk penghitungan kerugian
keuangan negara. Untuk efektivitas penyajian laporan
maka Tim dapat mempertimbangkan penyajian daftar
bukti yang diuraikan dalam badan laporan. Dalam hal
jumlah bukti yang diperoleh tidak cukup disajikan dalam
satu halaman di bagian badan laporan maka dapat
disajikan dalam lampiran laporan yang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari LHAPKKN.
j. Metode Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
Dalam subjudul ini diuraikan bahwa berdasarkan
pengungkapan fakta dan proses kejadian serta data dan
bukti-bukti yang diperoleh, maka dilakukan penghitungan
kerugian keuangan negara dengan menggunakan metode
yang dikembangkan oleh auditor dalam lingkup akuntansi
dan auditing berdasarkan proses bisnis dan jenis
penyimpangan yang terjadi, dan harus dapat diterima
secara umum. Metode penghitungan berbeda dengan
prosedur audit.
k. Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
Dalam subjudul ini diuraikan bahwa sesuai dengan metode
penghitungan, diperoleh hasil penghitungan kerugian
keuangan negara. Hasil penghitungan kerugian keuangan
negara diuraikan secara rinci dan jelas. Pengungkapan
jumlah kerugian keuangan negara harus dikaitkan dengan
fakta dan proses kejadian sehingga dapat mengungkapkan
jumlah kerugian keuangan negara.
l. Tanggapan Instansi Penyidik, bahwa hasil Audit PKKN
telah dikomunikasikan dengan Penyidik, dan Penyidik
akan menindaklanjuti sesuai peraturan perundang-
undangan.
m. Informasi lainnya.
n. Lampiran-lampiran yang diperlukan.

B. EKSPOSE AKHIR
1. Pimpinan Unit Kerja harus mengomunikasikan hasil audit
kepada Penyidik dalam bentuk ekspose akhir.
2. Ekspose akhir dilaksanakan dalam rangka menginformasikan
kepada Instansi Penyidik/Pengadilan perihal nilai kerugian
keuangan negara atas kasus yang dimintakan audit.
3. Ekspose dilaksanakan saat notisi audit telah selesai direviu oleh
Pimpinan Unit Kerja.
4. Untuk penugasan Audit PKKN atas permintaan pimpinan
instansi Penyidik, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Hasil Audit PKKN merupakan pendapat keahlian
profesional Auditor tentang jumlah kerugian keuangan
negara.
b. Pengomunikasian hasil Audit PKKN dilakukan dengan
Penyidik untuk memastikan bahwa Penyidik telah
menyerahkan seluruh bukti yang mempengaruhi jumlah
kerugian keuangan negara sehingga bukti yang digunakan
Auditor BPKP merupakan bukti yang lengkap dan akan
digunakan sebagai bukti dalam berkas perkara.
-21-

5. Ketentuan ekspose akhir sama dengan ketentuan ekspose awal,


kecuali untuk sistematika Risalah Ekspose Akhir ditambahkan
Surat Tugas Audit PKKN pada poin dasar pelaksanaan ekspose
dan simpulan yang memuat nilai kerugian keuangan negara.
6. Dalam hal ekspose diselenggarakan oleh Instansi Penyidik dan
pihak BPKP diundang untuk menyajikan atau membahas
proses dan hasil Audit PKKN, Auditor BPKP dapat memenuhi
undangan tersebut berdasarkan Surat Tugas Direktur
Investigasi atau Kepala Perwakilan BPKP sesuai lingkup
kewenangannya. Auditor BPKP yang menghadiri, menyajikan
atau membahas proses dan hasil Audit PKKN menyusun
laporan kegiatan dan menyampaikannya kepada Deputi atau
Kepala Perwakilan BPKP dengan Nota Dinas Direktur Investigasi
atau Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi sesuai lingkup
kewenangannya.

C. PENERBITAN LAPORAN
1. Laporan hasil audit diterbitkan setelah dikomunikasikan
dengan instansi Penyidik/pengadilan.
2. Pimpinan Unit Kerja dilarang menerbitkan laporan hasil audit
PKKN apabila dalam penugasan tersebut tidak diperoleh bukti-
bukti yang cukup, andal, relevan, dan bermanfaat yang dapat
memberikan keyakinan yang memadai serta menjadi dasar
untuk semua pertimbangan dan simpulan hasil Audit
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara.
3. Sebagai produk keahlian, LHA PKKN ditandatangani oleh tim
audit dan pimpinan unit kerja (tanpa kop surat dan cap Unit
Kerja).
4. LHA PKKN harus diterbitkan dalam periode surat tugas.
5. LHA PKKN disampaikan kepada pimpinan instansi
Penyidik/Pengadilan, untuk Perwakilan BPKP ditembuskan
kepada Deputi untuk dilakukan penjaminan kualitas. LHA
PKKN yang diterbitkan perwakilan BPKP yang berasal dari
permintaan Penyidik KPK, disampaikan terlebih dahulu kepada
Deputi untuk dilakukan penelaahan sebelum dilakukan
penerusan kepada Pimpinan KPK. Penerusan LHA PKKN oleh
Deputi kepada Pimpinan KPK menggunakan Surat Pengantar
berkode “SR” dengan tembusan (tanpa disertai LHA PKKN)
kepada Kepala BPKP dan Kepala Perwakilan BPKP.
6. Dalam hal hasil telaah Deputi menunjukkan adanya kesalahan
pada substansi LHA PKKN, maka LHA PKKN dikembalikan
kepada Kepala Perwakilan/Direktorat Investigasi I,II, dan III
untuk diperbaiki dan selanjutnya tim audit mengomunikasikan
hal tersebut kepada Instansi Penyidik.

D. BATASAN TANGGUNG JAWAB


Batasan tanggung jawab dalam Audit PKKN adalah sebagai berikut:
1. Tanggung jawab Auditor dalam melaksanakan penugasan yaitu
terbatas kepada simpulan pendapat atas hasil audit dalam
rangka penghitungan kerugian keuangan negara.
2. Simpulan pendapat atas hasil audit harus berdasarkan pada
bukti yang cukup, andal, relevan dan bermanfaat yang diperoleh
melalui dan/atau bersama Penyidik.
Batasan tanggung jawab harus dicantumkan dalam Laporan Hasil
Audit PKKN.
-22-

BAB VI
PENJAMINAN DAN PENINGKATAN KUALITAS

Pada setiap tahap audit, pekerjaan Auditor harus disupervisi secara


memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya
kualitas audit, mempercepat proses penugasan, dan menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang timbul selama penugasan.
Penjaminan Kualitas audit dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Penjaminan kualitas atas seluruh tahapan audit PKKN
dilaksanakan dengan metode penilaian intern.
2. Tujuan penilaian intern adalah menjaga dan meningkatkan
kualitas proses dan hasil Audit PKKN sesuai SAIPI.
3. Penilaian Intern berupa reviu berjenjang dan telaah Deputi
diselenggarakan secara berkelanjutan di keseluruhan tahap
Audit PKKN dengan penekanan pada:
a. proses perencanaan;
b. proses pelaksanaan audit;
c. proses komunikasi; dan
d. laporan hasil audit.
4. Hal-hal yang dinilai dalam pelaksanaan telaah Deputi ini
adalah:
a. Pemenuhan kriteria kepatuhan pada SAIPI, kriteria
administratif, dan kriteria substantif;
b. kesesuaian laporan dengan pedoman, teori dan best
practices;
c. pengungkapan fakta dan proses kejadian telah sesuai
dengan bukti yang diperoleh;
d. korelasi penyimpangan dengan kriteria yang digunakan;
e. ketepatan metode yang digunakan dan nilai kerugian
keuangan negara; dan
f. tidak ada kesalahan aritmatik.
5. Telaah Deputi dilaksanakan oleh Direktorat Investigasi I, II, dan
III untuk penugasan di perwakilan dan oleh Direktorat
Investigasi IV untuk penugasan di Direktorat Investigasi I, II,
dan III.
6. Metode telaah Deputi dapat dilaksanakan melalui ekspose yang
dilakukan dengan cara virtual dan/atau pertemuan tatap muka
dan dituangkan dalam laporan hasil telaah.
7. Apabila dari hasil telaah Deputi masih dijumpai hal-hal yang
perlu diperbaiki, maka saran perbaikan wajib ditindaklanjuti
oleh Perwakilan BPKP/Direktorat Investigasi I, II, dan III.
8. Hasil telaah Deputi disampaikan oleh:
a. Koordinator Investigasi pada Direktorat Investigasi I/II/III
kepada Koordinator Pengawasan Investigasi pada
Perwakilan; dan
b. Koordinator pada Direktorat Investigasi IV kepada
Koordinator Investigasi pada Direktorat Investigasi I/II/III.
9. Tindak lanjut hasil telaah Deputi disampaikan oleh :
a. Koordinator Pengawasan Investigasi kepada Koordinator
Investigasi pada Direktorat I, II, dan III;
b. Koordinator Investigasi pada Direktorat I/II/III kepada
Koordinator pada Direktorat Investigasi IV; dan
-23-

c. Dalam hal Perwakilan BPKP/Direktorat Investigasi I, II, dan


III tidak menindaklanjuti rekomendasi hasil telaah, Kepala
Perwakilan/Direktur Investigasi I, II, dan III melaporkan
pertimbangan atas diterimanya tingkat risiko penugasan
yang timbul dari tidak ditindaklanjutinya rekomendasi
hasil telaah serta rencana tindak mitigasinya kepada
Deputi.
-24-

BAB VII
PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL AUDIT

Tahap Pemantauan Tindak Lanjut merupakan proses memastikan


bahwa informasi hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan
Negara telah dipergunakan oleh Instansi Penyidik dalam mendukung
tindakan litigasi. Pemantauan tindak lanjut atas LHA PKKN yang
telah disampaikan kepada Instansi Penyidik/Pengadilan berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1. Tindak lanjut atas LHA PKKN dapat berupa permintaan ahli oleh
Penyidik yang ditindaklanjuti dengan penugasan Auditor dalam
pemberian keterangan ahli baik di hadapan Penyidik maupun di
persidangan.
2. Pimpinan Unit Kerja harus melakukan pemantauan tindak
lanjut hasil Audit PKKN. Hasil pemantauan tindak lanjut
dilaporkan secara berkala kepada Deputi.
3. Pelaksanaan pemantauan tindak lanjut hasil penugasan
dikoordinasikan oleh Direktorat Investigasi IV.
4. Rekonsiliasi tindak lanjut atas LHA PKKN dilakukan secara
periodik paling tidak sekali dalam 3 (tiga) bulan dan hasilnya
dilaporkan kepada Deputi.
5. Rekonsiliasi tindak lanjut atas laporan hasil penugasan
sebagaimana dimaksud di atas, dapat dilaksanakan secara
bersama-sama pada saat koordinasi atas pelaksanaan kerja
sama antara BPKP dan Instansi Penyidik atau kerja sama lain
antara BPKP dan instansi yang berkepentingan dengan tindak
lanjut hasil penugasan bidang investigasi.
6. Tindak lanjut dan hasil pemantauan tindak lanjut yang
dilakukan oleh unit kerja disampaikan setiap bulan kepada
Deputi.
7. Dalam rangka pembinaan kepada Unit Kerja yang
melaksanakan penugasan Audit PKKN, Deputi Bidang
Investigasi sewaktu-waktu dapat melakukan penjaminan
kualitas terhadap penugasan yang sedang berjalan dan yang
sudah dilaksanakan oleh Unit Kerja. Hasil pembinaan tersebut
disampaikan kepada Kepala Perwakilan sebagai bahan
masukan dan perbaikan dalam pelaksanaan penugasan Audit
PKKN.
-26-

Lampiran Audit PKKN Nomor 1

Lembar Uji Permintaan Audit PKKN

Check List
No. Kriteria berdasarkan
dokumen/keterangan
1. Tidak terdapat pelemahan atau risiko •.............................
pelemahan terhadap independensi
kelembagaan BPKP
2. Kecakapan yang diperlukan dapat dipenuhi •.............................
3. Surat permintaan tertulis pimpinan Instansi •.............................
Penyidik/Penetapan Pengadilan
4. Lingkup kegiatan merupakan keuangan •.............................
negara
5. Status kasus berada pada tahapan •.............................
Penyidikan
6. Badan Pemeriksa Keuangan atau Inspektorat •.............................
Jenderal Kementerian/Inspektorat
LPNK/Inspektorat Pemda/Satuan Pengawas
Intern Badan Usaha/Badan Lainnya belum
melakukan audit investigatif dan/atau Audit
PKKN atas kasus dengan ruang lingkup yang
sama
-27-

Lampiran Audit PKKN Nomor 2

Sistematika Risalah Ekspose

A. Dasar Pelaksanaan Ekspose


[Cantumkan nomor, tanggal, dan perihal dari surat atau laporan yang
menjadi dasar pelaksanaan ekspose, antara lain:
1. Surat Perintah Penyidikan;
2. Surat Permintaan Audit PKKN;
3. Surat Undangan Ekspose.]
B. Informasi Umum
[Hal-hal yang dicantumkan pada bagian ini adalah:
1. Nama Kasus/kegiatan yang dipaparkan beserta tempat dan waktu
terjadinya penyimpangan.
2. Hari, tanggal, dan tempat ekspose (luring) atau kode/tautan ekspose
(daring).
3. Nama dan jabatan pemimpin ekspose, penyaji, dan notulis.
4. Jumlah peserta ekspose sesuai daftar hadir.]
C. Ikhtisar Materi Ekspose
[Uraian secara singkat materi ekspose, bahan paparan (bila ada) dapat
dilampirkan.]
D. Pembahasan
E. Simpulan, memuat pokok-pokok sebagai berikut:
1. Indikasi nilai kerugian keuangan negara dan estimasi nilai kerugian
sesuai hasil kesepakatan ekspose;
2. Kesepakatan penyaji dengan tim pembahas apabila terjadi
perubahan lingkup kegiatan;
3. Bukti tambahan yang harus diperoleh (bila ada); dan
4. Terpenuhi atau tidak terpenuhinya kriteria substantif.
Demikian Risalah Ekspose ini disusun untuk dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
[tanggal ekspose]
Penyaji Notulis

[Nama, NIP/NRP dan [Nama dan NIP notulis]


Jabatan Penyaji]

Pemimpin Rapat Ekspose


[jabatan pemimpin rapat]

[Nama dan NIP Pemimpin Rapat]


-28-

Lampiran Audit PKKN Nomor 3

Worksheet Audit PKKN

1. Tuangkan bukti dokumen dari Penyidik ke dalam tabel berikut:


Nama
No. No. Ref Nomor Tanggal Isi / Resume
Dokumen

2. Tuangkan bukti BAP Penyidik ke dalam tabel berikut:


Isi BAP (cukup tuangkan
Peran / Tanggal
No. No. Ref Nama hal-hal yang berhubungan
Jabatan BAP
dengan kasus)

3. Tuangkan hasil wawancara/klarifikasi/konfirmasi Auditor ke dalam


tabel berikut:
Isi BAK (cukup tuangkan
Peran / Tanggal
No. No. Ref Nama hal-hal yang berhubungan
Jabatan BAK
dengan kasus)

4. Lengkapi tabel worksheet di bawah ini berdasarkan 3 tabel di atas:


Ref. Bukti Ada/Tidak
Kronologis Fakta atas Metode
No Tanggal Penyimpangan Kriteria dampak ke
Proses Kegiatan Penghitungan
Dokumen BAP BAK KN
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bukti dokumen
dituangkan dan
diurutkan
berdasarkan waktu
awal kejadian. Bukti
minimal yang harus
dikumpulkan adalah:
a. Bukti kegiatan
merupakan
lingkup
keuangan negara
b. Bukti yang
menyatakan
adanya
penyimpangan
c. Bukti yang
digunakan untuk
menghitung KN
ketiga jenis bukti di
atas wajib diserahkan
Penyidik.

Anda mungkin juga menyukai