Peraturan Deputi Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
Peraturan Deputi Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
PERATURAN
DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
BIDANG INVESTIGASI
NOMOR 2 TAHUN 2024
TENTANG
AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DEPUTI KEPALA BADAN PENGAWASAN
KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BIDANG INVESTIGASI
TENTANG AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN
NEGARA.
Pasal 1
Dalam Peraturan Deputi Kepala ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang
selanjutnya disingkat BPKP, adalah aparat pengawasan
intern pemerintah, yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden, serta
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pengawasan keuangan negara dan pembangunan
nasional.
2. Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif
dan profesional berdasarkan standar audit, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi.
3. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
selanjutnya disebut Audit PKKN adalah proses mencari,
menemukan dan mengumpulkan bukti-bukti melalui
dan/atau bersama Penyidik, menganalisis serta
mengevaluasi bukti secara independen, objektif, dan
profesional berdasarkan standar audit dengan tujuan
untuk menyatakan pendapat mengenai nilai kerugian
keuangan negara yang diakibatkan oleh penyimpangan
dari hasil penyidikan dan digunakan untuk
mendukung tindakan litigasi.
4. Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat
berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya
sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.
-3-
Pasal 2
(1) Peraturan Deputi Kepala ini dimaksudkan sebagai
pedoman dalam mengelola penugasan Audit PKKN.
(2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk:
a. menjaga dan meningkatkan kualitas penugasan
Audit PKKN;
b. memberikan panduan dalam memenuhi Standar
Audit Intern Pemerintah Indonesia dan Kode Etik
Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia; dan
c. menetapkan dasar untuk mengevaluasi kinerja
penugasan Audit PKKN.
Pasal 3
(1) Tahapan penugasan Audit PKKN terdiri atas:
a. Pengembangan Informasi Awal;
b. Perencanaan Penugasan;
c. Pelaksanaan Penugasan;
d. Komunikasi Hasil Penugasan; dan
e. Pemantauan Tindak Lanjut.
(2) Atas tahapan penugasan Audit PKKN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan program penjaminan
dan peningkatan kualitas.
Pasal 4
Sistematika pedoman penugasan Audit PKKN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas:
a. BAB I PENDAHULUAN;
b. BAB II PENGEMBANGAN INFORMASI AWAL;
c. BAB III PERENCANAAN PENUGASAN;
d. BAB IV PELAKSANAAN PENUGASAN;
e. BAB V KOMUNIKASI HASIL PENUGASAN;
f. BAB VI PENJAMINAN DAN PENINGKATAN
KUALITAS;
g. BAB VII PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL
AUDIT; dan
h. BAB VIII PENUTUP.
Pasal 5
Pedoman penugasan Audit PKKN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Deputi Kepala ini.
-5-
LAMPIRAN
PERATURAN DEPUTI KEPALA BADAN
PENGAWASAN KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN BIDANG
INVESTIGASI
NOMOR 2 TAHUN 2024
TENTANG
AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN
KEUANGAN NEGARA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang
selanjutnya disingkat BPKP merupakan Lembaga yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan
keuangan negara dan pembangunan nasional sebagaimana
diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192
Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 20 Tahun 2023 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
2. Salah satu tugas pemerintahan di bidang pengawasan yang
dilaksanakan oleh BPKP adalah melaksanakan Audit
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara, Pemberian
Keterangan Ahli, dan upaya pencegahan korupsi.
3. Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP),
pelaksanaan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara
merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung dan
memperkuat implementasi sistem pengendalian intern dalam
mencapai akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan
pengelolaan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean
governance).
4. Audit PKKN dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan
pimpinan instansi Penyidik untuk menghitung kerugian
keuangan negara akibat penyimpangan yang berindikasi tindak
pidana korupsi atau tindak pidana kejahatan lainnya dan/atau
perdata yang merugikan keuangan negara. Audit PKKN dapat
dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.
5. Untuk menjaga kualitas produk bidang investigasi, di antaranya
Audit PKKN, diperlukan pedoman untuk mengatur pengelolaan
penugasan audit PKKN yang merujuk kepada Standar Audit
Intern Pemerintah Indonesia. Pedoman tersebut wajib
dipedomani oleh seluruh unit kerja di BPKP yang melakukan
penugasan Audit PKKN untuk memastikan bahwa proses dan
hasil audit PKKN dapat dipertanggungjawabkan secara
profesional.
-6-
C. DEFINISI
1. Auditor adalah jabatan di BPKP yang mempunyai ruang lingkup,
tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan
pengawasan intern pada instansi pemerintah, lembaga,
dan/atau pihak lain yang di dalamnya terdapat kepentingan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak
dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang
berwenang.
2. Klien dan Entitas Mitra dalam Audit PKKN adalah Instansi
Penyidik, yaitu instansi yang diberikan wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan. Termasuk dalam
definisi ini adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
3. Ekspose adalah kegiatan menjelaskan materi spesifik terkait
pengawasan bidang investigasi dengan cara memberikan
keterangan secara komprehensif, menyajikan data, fakta dan
hasil analisis serta menunjukkan bukti dan mengungkapkan
informasi yang bersifat terbatas, diikuti dengan melakukan
pembahasan, bertukar pikiran, dan memberikan pendapat
profesional dalam suatu rapat yang diselenggarakan secara
formal.
4. Metode Audit PKKN adalah cara yang dipilih oleh Auditor
berdasarkan keahliannya untuk menghitung kerugian
keuangan negara.
5. Pemantauan tindak lanjut Audit PKKN adalah proses
memastikan bahwa informasi hasil Audit Penghitungan
Kerugian Keuangan Negara telah dipergunakan oleh instansi
Penyidik dalam mendukung tindakan litigasi.
6. Pimpinan Unit Kerja adalah Direktur di lingkungan Deputi
Bidang Investigasi dan Kepala Perwakilan BPKP.
7. Deputi adalah unsur pelaksana tugas dan fungsi BPKP di bidang
pengawasan intern yang dipimpin oleh Deputi Kepala BPKP
Bidang Investigasi.
8. Unit Kerja adalah Direktorat pada Deputi Bidang Investigasi
BPKP dan Perwakilan BPKP.
-7-
BAB II
PENGEMBANGAN INFORMASI AWAL
A. UMUM
1. Pengembangan informasi awal merupakan prosedur baku yang
harus dilakukan secara seksama dan mampu mengidentifikasi
secara dini terpenuhi atau tidaknya kriteria penugasan Audit
PKKN.
2. Pengembangan informasi awal dimaksudkan untuk
memutuskan akan dilakukannya penugasan Audit PKKN dan
menyusun desain penugasan Audit PKKN dengan tujuan
menilai pemenuhan kriteria penugasan Audit PKKN.
3. Direktorat Investigasi IV melaksanakan kegiatan pengembangan
informasi awal atas Audit PKKN yang akan dilaksanakan oleh
Direktorat Investigasi I, II dan III.
C. LANGKAH KERJA
1. Pengembangan informasi awal dilakukan oleh Auditor Bidang
Investigasi pada Perwakilan BPKP/Direktorat Investigasi IV
untuk mendapatkan gambaran umum kasus.
-9-
F. KETENTUAN LAIN:
1. Terhadap kasus yang telah dilakukan audit investigatif dan
telah diterbitkan LHAI oleh BPKP, kemudian kasus tersebut
ditingkatkan ke Penyidikan oleh Penyidik maka atas kasus
tersebut dapat diberikan dua perlakuan:
a. dilakukan Audit PKKN apabila diminta secara tertulis oleh
pimpinan Instansi Penyidik; atau
b. dapat langsung diberikan keterangan ahli, dengan syarat
bukti yang diperoleh selama Audit Investigatif sama dengan
bukti yang diperoleh Penyidik dan tidak ada bukti baru
selama proses Penyidikan.
2. Dalam hal permintaan audit PKKN atas Penetapan Pengadilan
pada saat perkara dalam proses persidangan, penerimaan
penugasan didasarkan pada hasil penelaahan terhadap
kecukupan bukti-bukti yang sudah diperoleh pada saat
persidangan perkara tersebut. Namun demikian, karena
Penetapan Pengadilan mempunyai kekuatan memaksa (harus
dipenuhi) maka penelaahan tersebut lebih ditujukan untuk
menentukan langkah lebih lanjut yang harus dilakukan oleh tim
audit.
-13-
BAB III
PERENCANAAN PENUGASAN
BAB IV
PELAKSANAAN PENUGASAN
C. EKSPOSE INTERN
1. Ekspose intern dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ekspose intern pada Perwakilan BPKP dikoordinasikan
oleh Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi.
b. Ekspose intern pada Deputi Bidang Investigasi BPKP
dikoordinasikan oleh Koordinator yang menangani kasus
tersebut.
c. Pimpinan unit kerja dapat menugaskan Auditor BPKP atau
Koordinator/ Koordinator Pengawasan lain untuk hadir
dan memberikan masukan dalam ekspose intern sesuai
kebutuhan.
d. Hasil ekspose intern dituangkan dalam Risalah Ekspose
Intern.
2. Dengan memperhatikan hasil ekspose intern tersebut di atas,
penanganan selanjutnya sebagai berikut:
a. Dalam hal disimpulkan bahwa audit yang dilakukan masih
memerlukan prosedur audit dan/atau bukti-bukti
pendukung tambahan, maka Auditor BPKP melaksanakan
prosedur audit dan/atau melengkapi bukti-bukti
pendukung dimaksud melalui dan/atau bersama Penyidik.
b. Dalam hal disimpulkan bahwa audit yang dilakukan telah
cukup, maka Auditor BPKP melanjutkan proses
selanjutnya.
3. Pimpinan Unit Kerja harus melakukan pengendalian yang
memadai terhadap setiap penugasan terutama untuk
penugasan yang sudah melampaui batas waktu agar
diidentifikasi hambatan dan kendala yang dihadapi, serta
melaporkan hambatan dan kendala tersebut kepada Deputi.
4. Dalam hal penugasan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan
Negara sedang berjalan dan dijumpai kondisi yang tidak
diharapkan dan di luar kendali Auditor BPKP sehingga terdapat
risiko penugasan tidak dapat dilanjutkan (seperti pembatasan
informasi), Kepala Perwakilan dapat mengirim surat kepada
Deputi untuk dilakukan penjaminan kualitas/quality assurance
(QA).
5. Penugasan Audit PKKN dapat dihentikan dengan surat
penghentian penugasan yang ditandatangani oleh
Deputi/Kepala Perwakilan dan dikirim kepada Instansi
Penyidik/Pengadilan. Untuk perwakilan BPKP, surat dimaksud
ditembuskan kepada Deputi.
a. Penghentian sementara penugasan dapat dilakukan
apabila berdasarkan hasil telaah Deputi, disimpulkan telah
terjadi pembatasan informasi oleh Penyidik yang
dibuktikan dengan tidak dipenuhinya permintaan
data/bukti oleh instansi Penyidik sampai dengan batas
waktu yang ditentukan. Penugasan dapat dilanjutkan
setelah pimpinan instansi Penyidik mengirim surat
permintaan melanjutkan audit dan melengkapi data/bukti
yang diminta oleh Auditor.
b. Penghentian tetap penugasan dapat disebabkan kondisi
sebagai berikut:
1) Instansi Penyidik mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus yang sedang
dilakukan Audit PKKN; atau
2) Terdapat putusan pengadilan yang menghentikan
proses hukum yang sedang berlangsung.
-17-
BAB V
KOMUNIKASI HASIL PENUGASAN
B. EKSPOSE AKHIR
1. Pimpinan Unit Kerja harus mengomunikasikan hasil audit
kepada Penyidik dalam bentuk ekspose akhir.
2. Ekspose akhir dilaksanakan dalam rangka menginformasikan
kepada Instansi Penyidik/Pengadilan perihal nilai kerugian
keuangan negara atas kasus yang dimintakan audit.
3. Ekspose dilaksanakan saat notisi audit telah selesai direviu oleh
Pimpinan Unit Kerja.
4. Untuk penugasan Audit PKKN atas permintaan pimpinan
instansi Penyidik, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Hasil Audit PKKN merupakan pendapat keahlian
profesional Auditor tentang jumlah kerugian keuangan
negara.
b. Pengomunikasian hasil Audit PKKN dilakukan dengan
Penyidik untuk memastikan bahwa Penyidik telah
menyerahkan seluruh bukti yang mempengaruhi jumlah
kerugian keuangan negara sehingga bukti yang digunakan
Auditor BPKP merupakan bukti yang lengkap dan akan
digunakan sebagai bukti dalam berkas perkara.
-21-
C. PENERBITAN LAPORAN
1. Laporan hasil audit diterbitkan setelah dikomunikasikan
dengan instansi Penyidik/pengadilan.
2. Pimpinan Unit Kerja dilarang menerbitkan laporan hasil audit
PKKN apabila dalam penugasan tersebut tidak diperoleh bukti-
bukti yang cukup, andal, relevan, dan bermanfaat yang dapat
memberikan keyakinan yang memadai serta menjadi dasar
untuk semua pertimbangan dan simpulan hasil Audit
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara.
3. Sebagai produk keahlian, LHA PKKN ditandatangani oleh tim
audit dan pimpinan unit kerja (tanpa kop surat dan cap Unit
Kerja).
4. LHA PKKN harus diterbitkan dalam periode surat tugas.
5. LHA PKKN disampaikan kepada pimpinan instansi
Penyidik/Pengadilan, untuk Perwakilan BPKP ditembuskan
kepada Deputi untuk dilakukan penjaminan kualitas. LHA
PKKN yang diterbitkan perwakilan BPKP yang berasal dari
permintaan Penyidik KPK, disampaikan terlebih dahulu kepada
Deputi untuk dilakukan penelaahan sebelum dilakukan
penerusan kepada Pimpinan KPK. Penerusan LHA PKKN oleh
Deputi kepada Pimpinan KPK menggunakan Surat Pengantar
berkode “SR” dengan tembusan (tanpa disertai LHA PKKN)
kepada Kepala BPKP dan Kepala Perwakilan BPKP.
6. Dalam hal hasil telaah Deputi menunjukkan adanya kesalahan
pada substansi LHA PKKN, maka LHA PKKN dikembalikan
kepada Kepala Perwakilan/Direktorat Investigasi I,II, dan III
untuk diperbaiki dan selanjutnya tim audit mengomunikasikan
hal tersebut kepada Instansi Penyidik.
BAB VI
PENJAMINAN DAN PENINGKATAN KUALITAS
BAB VII
PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL AUDIT
Check List
No. Kriteria berdasarkan
dokumen/keterangan
1. Tidak terdapat pelemahan atau risiko •.............................
pelemahan terhadap independensi
kelembagaan BPKP
2. Kecakapan yang diperlukan dapat dipenuhi •.............................
3. Surat permintaan tertulis pimpinan Instansi •.............................
Penyidik/Penetapan Pengadilan
4. Lingkup kegiatan merupakan keuangan •.............................
negara
5. Status kasus berada pada tahapan •.............................
Penyidikan
6. Badan Pemeriksa Keuangan atau Inspektorat •.............................
Jenderal Kementerian/Inspektorat
LPNK/Inspektorat Pemda/Satuan Pengawas
Intern Badan Usaha/Badan Lainnya belum
melakukan audit investigatif dan/atau Audit
PKKN atas kasus dengan ruang lingkup yang
sama
-27-